Di tengah ketidakpastian nilai tukar rupiah yang mendekati Rp17.000 per dolar AS, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa risiko perbankan terhadap fluktuasi mata uang masih sangat rendah. Hal ini didukung oleh posisi devisa neto bank yang hanya sebesar 1,55%, jauh di bawah ambang batas aman yaitu 20%. Selain itu, kredit valuta asing mayoritas diberikan kepada debitur dengan lindung nilai alami, sehingga volatilitas tidak signifikan memengaruhi kondisi keuangan bank secara langsung.
Dalam situasi ekonomi global dan domestik yang dinamis, Indonesia mencatat stabilitas pada sektor perbankannya. Pada pertemuan pers virtual Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK yang berlangsung pada hari Jumat (11/4/2025), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa meskipun nilai tukar rupiah mengalami pelemahan, eksposur langsung bank terhadap risiko tersebut tetap minimal.
Di sisi lain, pengelolaan kredit dalam bentuk valas juga cenderung aman karena pemberian pinjaman lebih banyak ditujukan kepada para pelaku usaha yang memiliki pendapatan dari kegiatan ekspor. Hal ini menciptakan sistem "lindung nilai alami" bagi para debitur, sehingga perubahan nilai tukar tidak memberikan dampak besar pada kinerja kredit.
Lebih lanjut, data menunjukkan bahwa bank-bank di Indonesia memiliki lebih banyak aset dalam valas dibandingkan kewajiban serupa. Ketika terjadi depresiasi rupiah, hal ini malah meningkatkan nilai aset bank dan berkontribusi pada peningkatan profitabilitas mereka. Pertumbuhan kredit valas mencapai 16,30% year-on-year (yoy) hingga Februari 2025, melebihi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) valas sebesar 7,09% yoy.
Meskipun likuiditas valas mengalami pengetatan, tercermin dari kenaikan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) dari 74,98% menjadi 81,43%, kolaborasi intens antara bank dan OJK menjadi faktor penting untuk menjaga stabilitas sektor keuangan nasional.
Dari sudut pandang seorang pembaca, informasi ini membuka wawasan tentang pentingnya pengelolaan risiko dalam dunia perbankan. Meskipun tantangan eksternal seperti fluktuasi kurs bisa sulit diprediksi, langkah-langkah preventif seperti pengawasan intensif dan strategi lindung nilai dapat melindungi stabilitas sistem keuangan. Artikel ini juga menunjukkan bagaimana kerja sama erat antara regulator dan lembaga keuangan mampu menjaga ketahanan ekonomi di tengah tekanan global.