Berita
Rekonsiliasi atas Skandal Adopsi Antar-Negara di Korea Selatan
2025-03-26

Dalam beberapa dekade terakhir, Korea Selatan telah mengirimkan lebih dari 170.000 anak dan bayi ke luar negeri melalui program adopsi yang kontroversial. Investigasi menunjukkan bahwa praktik ini sering kali dipenuhi dengan pelanggaran hak asasi manusia seperti penipuan, pencatatan palsu, serta tekanan sosial. Sejak tahun 1950-an, negara ini menjadi pengirim utama anak-anak untuk adopsi internasional, mayoritas dikirim ke negara-negara Barat.

Kini, sebuah komisi independen sedang menyelidiki ratusan kasus penipuan dalam proses adopsi antar-negara tersebut. Banyak anak angkat dan orang tua kandung merasa trauma akibat sistem yang cacat ini, meskipun Korea Selatan telah memperketat aturan adopsi dalam beberapa tahun terakhir.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Proses Adopsi

Program adopsi antar-negara di Korea Selatan ternyata penuh dengan pelanggaran hak asasi manusia. Kurangnya pengawasan pemerintah memungkinkan lembaga swasta beroperasi demi keuntungan finansial, sehingga menciptakan praktik tidak etis seperti pemalsuan dokumen dan paksaan kepada keluarga biologis. Akibatnya, banyak anak yang tumbuh dalam kondisi sulit atau bahkan diperlakukan buruk oleh keluarga angkat mereka.

Sejarah panjang Korea Selatan dalam hal adopsi internasional dimulai setelah Perang Korea, ketika negara ini masih miskin dan sangat bergantung pada bantuan asing. Dengan rendahnya minat lokal untuk mengadopsi anak, lembaga-lembaga adopsi mulai menjalin hubungan dengan negara-negara Barat. Namun, minimnya kontrol menyebabkan banyak anak menjadi korban eksploitasi. Kasus-kasus penipuan dan pelecehan terhadap anak telah dilaporkan selama bertahun-tahun, namun baru sekarang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi secara resmi menyelidikinya.

Tantangan Pasca-Adopsi dan Upaya Rekonsiliasi

Banyak anak angkat yang kembali ke Korea Selatan atau berbicara tentang pengalaman mereka melaporkan trauma mendalam. Meskipun beberapa anak angkat berhasil menemukan keluarga biologis mereka, pengalaman masa kecil mereka tetap meninggalkan bekas. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah mengidentifikasi sekitar 56 korban pelanggaran hak asasi manusia dari total 367 petisi yang diajukan.

Saat ini, Korea Selatan sedang berupaya melakukan rekonsiliasi dengan para korban melalui penyelidikan mendalam dan perbaikan sistem adopsi. Meski demikian, tantangan pasca-adopsi masih ada bagi banyak anak angkat, termasuk identitas diri dan hubungan dengan keluarga biologis. Komisi juga menyoroti pentingnya pendekatan holistik untuk membantu anak angkat dan keluarga mereka menyelesaikan masalah psikologis yang muncul dari proses adopsi yang tidak sempurna ini. Penyelidikan akan berlangsung hingga Mei mendatang, dengan harapan memberikan keadilan bagi para korban.

more stories
See more