Dalam era modern ini, keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional menjadi perhatian penting bagi banyak organisasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi keseimbangan ini adalah durasi jam kerja. Berdasarkan data dari Organisasi Kerja Internasional (ILO), terdapat variasi signifikan dalam jumlah rata-rata jam kerja di berbagai negara. Beberapa negara telah menerapkan pendekatan yang lebih singkat untuk jam kerja, sementara yang lain memiliki jam kerja yang lebih panjang. Artikel ini akan membahas beberapa contoh negara dengan jam kerja terpendek dan terpanjang serta dampaknya terhadap kualitas hidup pekerja.
Di sejumlah wilayah dunia, konsep keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan mendapatkan perhatian serius. Misalnya, Vanuatu menonjol dengan rata-rata 24,7 jam kerja per minggu, sedangkan Kiribati mencatat 27,3 jam. Mozambik, Rwanda, dan Austria juga berada dalam daftar lima besar negara dengan jam kerja termurah. Di sisi lain, Uni Emirat Arab (UEA) mencatatkan angka tertinggi dengan 52,6 jam kerja per minggu, disusul oleh Gambia dan Bhutan. Faktanya, hampir setengah dari tenaga kerja di UEA bekerja melebihi batas waktu yang direkomendasikan ILO.
Penelitian menunjukkan bahwa distribusi jam kerja tidak merata di antara negara-negara. Sebagai contoh, di UEA, proporsi yang signifikan dari pekerja menghabiskan lebih dari 49 jam seminggu di tempat kerja. Hal ini bertentangan dengan situasi di Austria, di mana hanya sebagian kecil pekerja yang melampaui batas tersebut. Selain itu, Amerika Serikat berada di tengah-tengah spektrum dengan rata-rata 36,4 jam kerja per minggu. Negara ini memiliki pekan kerja yang lebih lama dibandingkan rata-rata negara-negara Uni Eropa, yang hanya 30,2 jam seminggu.
Beragamnya pola jam kerja ini mencerminkan perbedaan budaya kerja dan prioritas sosial di berbagai belahan dunia. Negara-negara dengan jam kerja yang lebih pendek cenderung menekankan pentingnya waktu luang dan kesejahteraan karyawan, sementara yang memiliki jam kerja lebih panjang mungkin menempatkan produktivitas ekonomi sebagai fokus utama. Fenomena ini menunjukkan bahwa tidak ada solusi universal dalam menentukan durasi ideal jam kerja, dan setiap negara harus menemukan keseimbangan yang tepat sesuai dengan konteks lokalnya.