Seiring dengan dinamika global yang terus berkembang, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan perlunya langkah antisipatif bagi Bank Mandiri. Ia mendorong manajemen bank untuk melaksanakan uji tekan secara rutin guna memitigasi risiko dari ketidakpastian ekonomi dunia. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menekankan pentingnya manajemen risiko yang kuat dalam menjaga stabilitas keuangan nasional. Dalam situasi ini, Bank Mandiri diharapkan dapat meningkatkan profesionalitas dan inovasi berkelanjutan sesuai UU BUMN.
Kinerja perbankan Indonesia pada awal tahun 2025 menunjukkan pertumbuhan signifikan, khususnya di sektor kredit investasi. Namun, tantangan global seperti kebijakan tarif impor AS tetap menjadi ancaman potensial bagi stabilitas pasar keuangan. Oleh karena itu, kolaborasi erat antara regulator dan industri perbankan menjadi elemen penting untuk menjaga daya saing serta mitigasi risiko volatilitas nilai tukar rupiah.
Melalui instruksi Menteri BUMN, Bank Mandiri ditekankan untuk melakukan uji tekan secara teratur guna mengantisipasi fluktuasi ekonomi global. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bank memiliki strategi mitigasi risiko yang tepat sehingga dapat menjaga stabilitas operasional meskipun kondisi global tidak menentu.
Dalam konteks regulasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta seluruh lembaga perbankan untuk lebih serius dalam pelaksanaan pengujian tekan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai skenario kemungkinan yang dapat terjadi akibat perubahan kondisi ekonomi domestik maupun internasional. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa hasil uji tekan akan membantu bank merencanakan strategi mitigasi risiko dengan lebih baik. Bank Mandiri sebagai salah satu bank pelat merah harus mampu memenuhi standar profesionalisme tinggi sesuai amanat Undang-Undang BUMN. Di samping itu, bank juga diwajibkan menambah modal cadangan di atas persyaratan minimum agar lebih tangguh menghadapi potensi krisis keuangan.
Di tengah ketidakpastian global, kinerja perbankan Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan positif. Pada bulan Februari 2025, total kredit yang disalurkan mencapai Rp 7.825 triliun, dengan peningkatan 10,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor investasi menjadi pendorong utama kenaikan ini, diikuti oleh kredit modal kerja dan konsumsi.
Sementara itu, bank sentral Amerika Serikat (The Fed) memilih untuk menahan suku bunga acuan di level 4,25-4,50%. Keputusan ini dipengaruhi oleh kebijakan tarif impor yang dicanangkan Presiden Donald Trump. Situasi ini menciptakan tantangan baru bagi perbankan global, termasuk Indonesia, karena adanya risiko volatilitas nilai tukar mata uang. Meskipun eksposur pelemahan rupiah terhadap valuta asing masih rendah, langkah-langkah preventif tetap diperlukan untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Dalam konteks ini, sinergi antara otoritas pengawas dan institusi perbankan menjadi kunci untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.