Pada awal bulan Maret 2025, mata uang rupiah menghadapi penurunan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini muncul saat para pelaku pasar menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang berlangsung pada pertengahan bulan. Menjelang pengumuman kebijakan moneter, rupiah mencatat pelemahan hingga lebih dari 0,6%. Situasi ini memicu spekulasi soal langkah suku bunga acuan oleh BI. Sebagian besar analis memperkirakan bahwa bank sentral akan mempertahankan tingkat suku bunga tetap stabil. Namun, ada sejumlah pihak yang meyakini adanya kemungkinan penurunan suku bunga.
Pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor eksternal seperti pergerakan indeks dolar AS dan ketidakpastian akibat kebijakan ekonomi global. Meskipun demikian, ekspektasi stabilitas nilai tukar menjadi alasan utama bagi beberapa institusi untuk memproyeksikan status quo dalam kebijakan moneter BI.
Rupiah mengalami tekanan berat terhadap mata uang utama dunia, yakni dolar AS. Pada perdagangan pagi hari tanggal 19 Maret 2025, kurs rupiah anjlok hampir 0,7%, mencapai level Rp16.530/USD, yang merupakan posisi terendah sejak akhir bulan Februari lalu. Penurunan ini mencerminkan dampak negatif dari ketegangan global serta volatilitas pasar keuangan internasional.
Secara lebih mendalam, pelemahan rupiah tidak hanya dipicu oleh dinamika eksternal saja, tetapi juga oleh faktor domestik yang mempengaruhi arus modal masuk dan keluar. Indeks DXY, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, naik tipis ke angka 103,33, menunjukkan dominasi greenback di tengah ketidakpastian ekonomi global. Selain itu, kebijakan Presiden Donald Trump di AS juga turut memperburuk situasi dengan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan.
Para pelaku pasar kini fokus pada hasil RDG BI yang digelar pada 18-19 Maret 2025. Mayoritas proyeksi menyatakan bahwa BI akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 5,75%. Hal ini didasarkan pada kebutuhan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan global. Namun, ada pula sejumlah lembaga yang memprediksi penurunan suku bunga menjadi 5,50%.
Dalam konteks ini, Maybank Indonesia memberikan pandangan bahwa pelemahan rupiah akibat ketidakpastian pasar global dan dampak kebijakan ekonomi AS menjadi alasan kuat bagi BI untuk menahan suku bunganya. Pendapat serupa disampaikan oleh Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen, Agus Basuki Yanuar, yang menekankan pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar guna melindungi daya saing ekspor nasional. Keputusan ini diyakini akan memengaruhi arah ekonomi nasional ke depannya, termasuk daya beli masyarakat dan investasi asing di Indonesia.