Setelah mengalami penurunan selama beberapa hari, harga minyak dunia kembali menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Meski demikian, sentimen negatif masih menghantui pasar akibat ketegangan perdagangan global. Pada perdagangan awal pekan ini, harga minyak mentah Brent berhasil rebound ke angka US$64,92 per barel dari posisi sebelumnya yang berada di US$64,21. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) juga menguat mencapai US$61,54 per barel.
Perkembangan geopolitik menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi dinamika harga minyak. Pertarungan tarif antara Amerika Serikat dan China telah menyebabkan gejolak signifikan di pasar global. Ancaman Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor tambahan sebesar 50% terhadap produk-produk China membuat para pelaku pasar khawatir akan perlambatan ekonomi global. Komentar analis komoditas Rakuten Securities, Satoru Yoshida, menunjukkan bahwa tekanan di pasar saham dapat berdampak lebih lanjut pada harga WTI, bahkan bisa jatuh hingga US$50 per barel. Dalam responsnya, China pun tidak tinggal diam dengan merencanakan balasan serupa.
Demi menjaga stabilitas pasar, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, dikenal sebagai OPEC+, mempertegas pentingnya disiplin dalam mematuhi kuota produksi. Dalam pertemuan minggu lalu, mereka menekankan agar setiap anggota yang melampaui batas produksi segera menyerahkan rencana kompensasi sebelum tenggat waktu yang ditetapkan. Langkah ini bertujuan untuk meredam dampak negatif dari ketidakpastian ekonomi global dan menjaga harga minyak tetap stabil. Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan bersama.
Situasi yang sedang dialami pasar minyak global mengingatkan kita akan pentingnya kerja sama lintas negara dalam menghadapi tantangan ekonomi. Melalui dialog dan kebijakan yang matang, harapan akan adanya solusi yang adil dan berkelanjutan semakin besar. Dengan begitu, stabilitas ekonomi global dapat dipertahankan demi kebaikan semua pihak.