Dalam upaya memperkuat sistem mitigasi risiko kredit, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan peminjam fintech peer to peer (P2P) lending memberikan jaminan. Kebijakan ini akan diterapkan pada pembiayaan dengan nilai tertentu guna melindungi para lender dari kemungkinan wanprestasi oleh borrower. Dengan adanya aturan baru ini, penyelenggara platform P2P lending juga dapat memiliki alat pemulihan jika terjadi pelanggaran kontrak.
Saat ini, sektor pembiayaan P2P sedang mengalami pertumbuhan signifikan. Namun, tingkat kredit macet atau TWP90 juga menunjukkan peningkatan, sehingga perlunya langkah preventif menjadi semakin mendesak. Diharapkan kebijakan ini dapat memastikan keberlanjutan dan stabilitas dalam industri fintech lending Indonesia.
OJK mencatat pentingnya pengaturan tambahan untuk mengurangi potensi kerugian dalam pembiayaan besar. Melalui Rancangan Surat Edaran (RSEOJK), aturan baru ini akan fokus pada pembiayaan produktif dengan nominal melebihi Rp2 miliar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan transaksi serta melindungi kedua belah pihak dalam hubungan bisnis ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura (PVML), Agusman, menjelaskan bahwa ketentuan agunan sangat penting sebagai bentuk antisipasi terhadap kemungkinan default kredit. Dengan adanya jaminan, penyedia layanan P2P lending dapat memiliki instrumen recovery yang efektif jika calon peminjam gagal memenuhi kewajibannya. Ini tidak hanya melindungi lender tetapi juga memastikan kelangsungan operasional platform secara keseluruhan.
Meskipun industri P2P lending menunjukkan perkembangan pesat, tantangan seperti tingkat kredit macet masih menjadi perhatian serius. Data hingga akhir Februari 2025 menunjukkan bahwa outstanding pembiayaan P2P telah tumbuh sebesar 31,6% secara tahunan, mencapai Rp87 triliun. Sayangnya, tingkat TWP90 juga naik dari 2,52% di Januari menjadi 2,78% di bulan berikutnya.
Tingginya angka tersebut menunjukkan perlunya langkah-langkah lebih ketat untuk menjaga stabilitas sektor ini. Dengan menerapkan kebijakan agunan, OJK berharap dapat mengurangi risiko default serta memastikan bahwa pembiayaan yang diberikan tetap aman dan berkelanjutan. Langkah ini juga diyakini akan meningkatkan kepercayaan investor ritel domestik terhadap pasar modal di Indonesia, seiring dengan peningkatan keamanan dalam setiap transaksi finansial.