Berita
Meningkatnya Tren Dedolarisasi di Skala Global
2025-05-05

Beberapa tahun terakhir ini, tren dedolarisasi semakin menonjol sebagai fenomena global. Banyak negara kini berupaya mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS) karena ketegangan geopolitik dan kebijakan ekonomi yang kurang stabil. Sebagai respons, beberapa mata uang regional seperti yuan China, dolar Singapura, dan won Korea Selatan mulai mendapatkan perhatian sebagai alternatif cadangan devisa. Meskipun dolar AS masih menjadi pemain dominan di pasar global, laporan dari Goldman Sachs mencatat adanya pergeseran signifikan menuju diversifikasi aset internasional. Kebijakan proteksionis era Trump juga turut mempercepat proses ini.

Berkembangnya ketidakstabilan geopolitik mendorong banyak negara untuk mencari solusi baru dalam manajemen cadangan devisa mereka. Menurut analisis dari Goldman Sachs, yuan China, dolar Singapura, serta won Korea Selatan akan menjadi penerima manfaat utama dari fenomena dedolarisasi. Pada satu dekade terakhir, telah terjadi perubahan besar dalam cara negara-negara mengelola cadangan valuta asing mereka. Ini dipicu oleh kebijakan tarif impor yang tinggi selama kepemimpinan Donald Trump dan meningkatnya ketegangan antar negara besar.

Tiongkok menjadi salah satu aktor utama dalam upaya globalisasi yuan. Negara tersebut sedang gencar mengembangkan yuan digital melalui teknologi blockchain serta memperluas jaringan pembayaran lintas batas bernama CIPS. Pada bulan Februari 2025, jalur pertukaran yuan di luar negeri mencapai angka rekor sebesar 4,3 triliun yuan atau setara dengan lebih dari USD591 miliar. Hal ini menunjukkan komitmen Tiongkok untuk menjadikan yuan sebagai mata uang internasional yang kuat.

Sementara itu, Korea Selatan dan Singapura juga memperlihatkan kemajuan signifikan dalam memperkuat posisi masing-masing mata uang mereka. Dalam satu bulan terakhir, nilai dolar Singapura dan won Korea Selatan menguat secara substansial terhadap dolar AS. Jika Korea Selatan berhasil masuk dalam Indeks Obligasi Pemerintah Dunia FTSE pada 2025, permintaan global atas won diperkirakan akan meningkat pesat, membuka peluang bagi lebih banyak investasi asing.

Kebijakan proteksionis yang diterapkan pemerintahan Trump, termasuk tarif impor tertinggi dalam satu abad terakhir, diyakini mempercepat penurunan kepercayaan terhadap dolar AS di kalangan mitra dagang Tiongkok. Para ahli meramalkan bahwa bank sentral di berbagai negara akan semakin memprioritaskan diversifikasi cadangan devisa mereka, memberikan ruang bagi mata uang Asia untuk mengisi celah yang ditinggalkan oleh dominasi dolar AS.

Persaingan baru dalam sistem moneter global tampaknya tak terhindarkan. Dengan langkah-langkah agresif Tiongkok untuk memengaruhi arus keuangan internasional dan upaya-upaya serupa dari negara-negara Asia lainnya, masa depan dominasi dolar AS mungkin tidak lagi absolut. Fenomena ini menunjukkan bagaimana transformasi besar sedang berlangsung dalam tata kelola ekonomi global.

more stories
See more