Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong sektor perbankan untuk meningkatkan pengelolaan risiko melalui langkah-langkah strategis, termasuk peningkatan frekuensi stress test. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap ketidakpastian ekonomi global dan domestik yang berpotensi memengaruhi stabilitas keuangan nasional. Dalam acara Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK menegaskan bahwa pihaknya telah menginstruksikan bank-bank untuk lebih proaktif dalam menyusun skenario mitigasi risiko. Selain itu, bank juga diwajibkan membentuk modal tambahan guna menjaga ketahanan sistemik di tengah ancaman volatilitas nilai tukar mata uang.
Dalam upaya menjaga kestabilan sektor keuangan, OJK telah memberikan arahan kepada lembaga perbankan agar melakukan evaluasi kondisi secara berkala. Menurut keterangan resmi dari pejabat senior OJK, stress test saat ini menjadi bagian integral dari manajemen risiko bank. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi gangguan akibat fluktuasi nilai tukar serta merumuskan solusi preventif yang efektif.
Seiring dengan instruksi tersebut, OJK juga menekankan pentingnya pembentukan modal cadangan melebihi persyaratan minimum sesuai profil risiko masing-masing bank. Cadangan ini berfungsi sebagai pelindung atau buffer jika terjadi krisis finansial yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional. Pada kesempatan yang sama, pejabat OJK menyoroti eksposur bank terhadap depresiasi rupiah. Meskipun ada potensi pelemahan, data menunjukkan bahwa posisi devisa neto (PDN) bank hanya mencapai 1,55%, jauh di bawah ambang batas toleransi sebesar 20%.
Selain itu, OJK mencatat pertumbuhan signifikan pada sektor kredit perbankan hingga Februari 2025. Secara keseluruhan, total kredit naik 10,3% secara tahunan, mencapai Rp 7.825 triliun. Kenaikan ini didorong oleh penyaluran kredit investasi yang meningkat sebesar 14,62%. Bank milik negara atau BUMN menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan ini, dengan kenaikan 10,93% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di tengah dinamika global yang cenderung tidak stabil, kerja sama erat antara OJK dan industri perbankan menjadi prioritas utama. Pejabat OJK menekankan perlunya komunikasi intensif dan pengawasan ketat untuk memastikan semua bank tetap tanggap terhadap perubahan situasi. Melalui konsultasi langsung dengan setiap bank secara individu, OJK berharap dapat meminimalkan risiko yang mungkin timbul dan menjaga stabilitas sistemik secara keseluruhan.
Komitmen OJK untuk memperkuat pengawasan dan mitigasi risiko di sektor perbankan menunjukkan langkah proaktif dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Langkah-langkah ini diyakini akan memperkuat fondasi keuangan nasional dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perbankan Indonesia. Dengan strategi yang tepat, diharapkan volatilitas ekonomi dapat dikendalikan tanpa mengorbankan stabilitas makroekonomi.